Ilustras kajian kitab para santri di pesantren |
Apalagi melihat tahun ini
pesantren kembali mendapat kado terindah dari orang kenamaan di negeri, yaitu
pemimpin negara. Dengan dikeluarkannya peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2021
yang kurang lebih isinya adalah Negara telah menyiapkan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) sendiri dikhususkan untuk pesantren di seluruh negeri ini.
Ini merupakan satu dari sekian
bukti bahwa pesantren juga mendapat bagian dari anggaran Negeri. Lalu apa
kontribusi pesantren terhadap negeri? Mungkinkah santri menjadi standard modernisasi
baru bagi warga pribumi?. Sungguh ini merupakan opini yang tricky, yang mungkin
jika salah arti akan menimbulkan resiko dan konsekuensi tinggi.
Karena sepatutnya, menjadi
seorang santri bukanlah ajang pembuktian diri. Ajang publikasi, lebih-lebih
menjadi ajang pumblikasi guna mengais eksistensi di tengah masyarakat kapital
dan arus modernisasi.
Lalu jika demikian? Apa kaitan
santri dengan modernisasi? Mengapa mereka disandingkan dalam satu kalimat ini?
Apakah mereka akan mengikuti arus modernisasi dan menghilangkan karakter diri?
Sungguh ini menjadi beban pikiran penulis dalam pembuatan artikel opini ini.
Mengaca dengan perpres diatas,
sudah cukup membuktikan bahwa santri mampu bertahan di tengah arus kapitalnya
sebuah negara. Mereka tak perlu mengubah apa yang ada di pesantren. Karena itu
sudah menjadi karakter sebuah pondok pesantren sejak awal berdiri.
Sesungguhnya mereka sudah
memiliki pedoman hidup yang jauh lebih modernisasi dari semua trend
kapitalisasi negeri. Al-Qur’an yang suci lebih dari cukup menampilkan sekian
banyak bukti, dimana kitab ini menjadi penentu trend dan jauh lebih modernisasi
dari apa yang sedang eksis kini. Didukung dengan kitab-kitab tafsiran yang
membuat AlQur’an jauh lebih jelas dan semakin terlihat tingginya falsafah hidup
di dalamnya.
Kesimpulannya, santri saat ini
bukanlah modernisasi, melainkan merekalah yang membuat trend sendiri. Karakter
mereka, ciri khas sebuah pesantren. Menjadikan mereka makin eksis sana sini.
Membuat mereka menjadi penentu modernisasi. Hingga mampu ikut andil dan
berperan ikut andil dalam negeri dari dulu hingga kini.
Seperti yang selalu dikatakan,
“tidak ada falsafah yang paling bijaksana selain menanamkan pada diri ini
sebuah ketidaktahuan, dengan begitu manusia akan selalu menjawab ketidaktahuan
itu dengan belajar dan terus belajar”.
Penulis : Fuji Tias H.W, Leader Team Padepokan
0 comments:
Posting Komentar